Skip to Content

Ketika Daerah Kaya Potensi, Tapi


Ketika Daerah Kaya Potensi Tapi Miskin Realisasi 

(case real, tapi tokoh dan lokasi disamarkan)


Konteks Kasus

Kabupaten Gunamulia, sebuah daerah fiktif di kawasan tengah Indonesia, memiliki kekayaan sumber daya alam dan geografis yang luar biasa: perbukitan batu kapur, potensi agrowisata kopi, dan pelabuhan kecil yang bisa dikembangkan untuk ekspor hasil laut. Namun, selama 4 tahun terakhir, pendapatan asli daerah (PAD) Gunamulia tidak pernah menyentuh 10% dari total APBD, dan mayoritas belanja daerah masih tersedot ke belanja rutin.

Bupati Lantara, yang memenangkan Pilkada sebelumnya dengan narasi “Mandiri Anggaran, Sejahtera Rakyat”, mulai mendapat tekanan politik dari DPRD dan media lokal karena rasio belanja pembangunan hanya 28%, dan ketergantungan terhadap dana transfer pusat makin tinggi. Target-target program strategisnya pun tertunda karena ruang fiskal terlalu sempit.


Masalah Utama


Potensi banyak, tapi tidak termobilisasi. PAD stagnan, investasi lesu, dan efektivitas program daerah dipertanyakan. Politik anggaran tidak mencerminkan arah pembangunan yang dijanjikan.


Solusi LKSP: “Optimalisasi APBD & PAD”​


1. Strategi PAD & Produktivitas Daerah


LKSP membantu melakukan audit potensi PAD dan menyusun roadmap penguatan sumber pendapatan lokal:

  • Reformasi retribusi sektor pariwisata: dari pungutan manual tak resmi menjadi digitalisasi tiket dan parkir destinasi.
  • Revaluasi aset daerah: tanah dan bangunan milik pemda yang selama ini mangkrak dikaji ulang untuk disewakan sebagai coworking, pasar tematik, dan logistik lokal.
  • Pemetaan potensi pajak sektor informal: diberlakukan sistem kontribusi sukarela berbasis insentif promosi digital untuk UMKM lokal.


2. Mendorong Investasi dan Kerja Sama


LKSP menginisiasi forum investasi tematik "Gunamulia Green Summit" dengan fokus agrowisata dan energi mikrohidro. Disiapkan pula katalog peluang investasi berisi:

  • 12 aset pemda siap kerja sama KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha)
  • Skema bagi hasil dalam pengelolaan limbah dan air bersih desa
  • Kolaborasi dengan BUMDes berbasis wilayah penghasil


3. Efektivitas Program & Efisiensi APBD


LKSP mengimplementasikan matriks evaluasi efektivitas program prioritas:

  • Skor program berdasarkan dampak langsung, penyerapan anggaran, dan dukungan publik
  • 11 program di-refocus, 3 program besar dihentikan karena tidak berdampak
  • Realokasi anggaran diarahkan ke padat karya produktif dan peningkatan kualitas layanan publik digital (izin, perpajakan, dan laporan keuangan desa)

Output yang Dicapai


  1. PAD naik 19% dalam 6 bulan, terutama dari retribusi wisata dan penyewaan aset.
  2. Forum investasi menghasilkan 4 Letter of Intent dari investor lokal dan BUMDes.
  3. Efisiensi belanja mencapai Rp 38 miliar dari program yang dihentikan atau disederhanakan.
  4. Opini publik mulai positif, tetapi eksekusi program baru banyak tertunda karena proses birokrasi.

Post Analisis: Mengapa Tidak Maksimal?


1. Birokrasi Lambat dan Minim Insentif

Banyak ASN di level SKPD yang tidak siap bertransformasi karena terbiasa zona nyaman. Bahkan, pengumpulan data PAD berbasis sektor informal menemui resistensi karena “tak biasa.”

2. Politik Internal Menghambat

Beberapa program yang direalokasi merupakan “jatah politik” mitra koalisi. Perubahan arah program menimbulkan ketegangan yang berujung kompromi politik, menghambat implementasi.

3. Strategi Investasi Belum Siap Eksekusi

Walau LOI sudah ditandatangani, banyak aset belum memiliki legalitas yang lengkap atau studi kelayakan dasar. Ini membuat calon investor menunda realisasi.


Lesson Learnt


  1. Reformasi anggaran harus disertai reformasi mindset dan insentif birokrasi.
    Tanpa itu, strategi teknokratis hanya akan jadi dokumen.
  2. Politik anggaran adalah seni membangun koalisi. Perubahan program harus dikomunikasikan dan dinegosiasikan dengan elegan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
  3. Optimalisasi PAD bukan hanya soal target angka, tapi juga keterlibatan warga dan pelaku lokal. Insentif berbasis partisipasi lebih berkelanjutan daripada pemaksaan berbasis regulasi semata.

Penutup


Kisah Kabupaten Gunamulia menunjukkan bahwa daerah kaya potensi tetap bisa miskin realisasi tanpa strategi fiskal-politik yang tepat. LKSP hadir untuk menjembatani antara visi politik kepala daerah dengan realita keuangan dan kapasitas daerah, agar pembangunan bukan hanya janji, tapi bukti yang dirasakan rakyat.




.