Skip to Content

Suaranya Riuh, Tapi Elektabilitas Runtuh



Suaranya Riuh, Tapi Elektabilitas Runtuh


(case real, tapi tokoh dan lokasi disamarkan)


Konteks Kasus


Indra Nugraha, anggota DPRD provinsi dari daerah pemilihan (dapil) Lamuran, terpilih dengan perolehan suara tertinggi ke-2 dalam Pemilu sebelumnya. Dikenal sebagai politisi vokal, Indra aktif hadir di forum-forum publik, rutin menggelar reses, dan aktif di media sosial. Ia sering mengkritik kebijakan pemerintah provinsi yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil.

Namun, menjelang Pemilu berikutnya, tim sukses internal mulai panik. Dalam survei elektabilitas awal yang dilakukan partai, nama Indra tidak masuk dalam 5 besar dari 10 caleg yang akan maju kembali. Bahkan, dalam survei pengenalan figur oleh lembaga lain, hanya 11% pemilih di Lamuran yang mengenal nama dan wajahnya secara langsung.


Masalah Utama


Terlalu banyak bicara, terlalu sedikit identitas. Indra tampak aktif, tetapi masyarakat tidak dapat membedakan apa kontribusi uniknya. Ia sering muncul di media, tapi narasinya terlalu umum. Advokasinya tidak terhubung ke tindakan nyata yang dirasakan publik. Branding politiknya seragam dengan aleg lain.


Solusi LKSP: “Smart Branding & Advokasi”

1. Survei Persepsi dan Analisis Posisi Aleg


LKSP membantu Indra melakukan pemetaan ulang:

  • Menelusuri persepsi pemilih terhadap isu yang sering ia suarakan
  • Mengukur seberapa dikenal kiprah advokasinya, bukan hanya jumlah kemunculannya
  • Menemukan celah: ternyata hanya 9% masyarakat yang tahu bahwa Indra mendorong regulasi tentang perlindungan petani sawah tadah hujan, meskipun itu adalah perjuangannya selama 1,5 tahun terakhir


2. Rebranding Aleg: Spesialisasi dan Pembeda


LKSP membangun ulang brand politik Indra sebagai:

“Sahabat Petani Tadah Hujan – Aleg dengan Agenda Khusus: Air untuk Rakyat Kecil.”

Ini diturunkan dalam:

  • Infografis “5 Hal yang Sudah Diperjuangkan Indra untuk Sawah Kering Lamuran”
  • Video testimoni petani lokal yang terbantu oleh Perda usulannya
  • Serial konten pendek bertema “Ngopi Bareng Indra” dengan bahasa lokal dan lokasi khas kampung sawah


3. Narasi Kebijakan yang Membumi


LKSP membantu menyusun narasi program ke depan:

  • Membangun skema koperasi air desa
  • Menjembatani pilot project embung kecil berbasis gotong royong
  • Menjadikan kebijakan air sebagai agenda prioritas provinsi – narasi ini dijadikan bahan kampanye publiknya

Output yang Dicapai


  1. Dalam 4 bulan, nama Indra menjadi top 3 tokoh publik yang diasosiasikan dengan isu petani Lamuran.
  2. Dalam survei media sosial lokal, video “Ngopi Bareng Indra” menembus 18.000 penayangan dalam seminggu — rekor tertinggi untuk tokoh lokal.
  3. Elektabilitasnya naik menjadi 17% dari sebelumnya hanya 6%, tapi masih tertinggal dari dua tokoh baru yang lebih muda.

Post Analisis: Mengapa Tidak Maksimal?


1. Posisi Terlambat Diperjelas

Indra selama 3 tahun terlalu banyak ‘menari di banyak panggung’, tidak mengokohkan posisi khusus. Ketika akhirnya difokuskan ke isu petani, waktunya tinggal sebentar.

2. Tim Tidak Siap Eksekusi Lapangan

Meskipun branding sudah tajam, tim di lapangan tidak memiliki materi dan pelatihan yang cukup untuk menyebarkan pesan secara seragam. Banyak relawan justru menyampaikan pesan yang tidak sesuai dengan narasi baru.

3. Audiens Sudah Jenuh dengan Gaya Lama

Indra tetap menggunakan gaya retoris dan debat yang kuat, sementara publik Lamuran mulai lebih menyukai figur komunikatif yang ringan dan dekat secara emosional.


Lesson Learnt

  1. Spesialisasi adalah kekuatan. Aleg yang ingin dikenang harus punya satu isu khas yang diasosiasikan langsung dengannya.
  2. Komunikasi bukan hanya keluar, tapi juga harus menyentuh hati. Narasi yang bagus tapi tidak disampaikan dengan cara yang publik sukai, tetap gagal.
  3. Branding politik harus sinkron: antara suara, tindakan, citra, dan orang-orang di sekelilingnya.

Penutup


Kisah Indra Nugraha mengajarkan bahwa branding bukan soal tampil ramai, tapi tampil bermakna dan berbeda. LKSP hadir untuk membantu aleg dan kepala daerah menemukan dan menyuarakan identitas politiknya dengan presisi, empati, dan daya saing elektoral